20 Keterampilan yang Dibutuhkan di Era Digital
Di tengah kekhawatiran pekerjaan manusia di masa depan akan digulung oleh kemajuan teknologi, optimisme justru bersemi karena pekerjaan di masa depan akan semakin lebih humanis. Bernard Marr, seorang futuris, influencer, dan penasihat perusahaan teknologi, menulis dalam bukunya, Future Skills: The 20 Skills and Competencies Everyone Needs to Succeed in a Digital World, mengenai masa depan pekerjaan di era digital. Ia berpandangan bahwa pekerjaan di masa depan, meski telah banyak yang diotomatisasi dengan teknologi, justru membuat pekerjaan lebih manusiawi. Pekerjaan di masa depan adalah pekerjaan yang khas manusia. Marr menulis,
Building on the previous industrial revolution (which was driven by advances in computing), this fourth industrial revolution (driven by automation and connected technologies) will continue to fundamentally reshape the future of work. Almost every job is going to change as more intelligent AIs and robots share work with us. But far from detaching us from our humanity, I believe this wave of new technologies will make work more human, not less. What can be automated will be automated, leaving humans to do the work that we’re ultimately better suited to—tasks that rely on distinctly human skills like complex decision-making, creativity, empathy and emotional intelligence, critical thinking, and communication. These are the sorts of skills where humans outperform even the most intelligent machine. This is where we excel. And it’s where the future of work lies. In more human, more fulfilling work.
Berdasarkan revolusi industri sebelumnya (yang didorong oleh kemajuan komputasi), revolusi industri keempat ini (didorong oleh otomatisasi dan teknologi terhubung) akan terus membentuk kembali masa depan pekerjaan secara fundamental. Hampir setiap pekerjaan akan berubah seiring dengan semakin banyaknya AI dan robot cerdas yang berbagi pekerjaan dengan kita. Namun, alih-alih memisahkan kita dari kemanusiaan, saya yakin gelombang teknologi baru ini akan membuat pekerjaan lebih manusiawi, bukan sebaliknya. Apa yang dapat diotomatisasi akan terus diotomatisasi, sehingga manusia dapat melakukan pekerjaan yang pada akhirnya lebih cocok untuk kita—tugas-tugas yang mengandalkan keterampilan khas manusia seperti pengambilan keputusan yang kompleks, kreativitas, empati dan kecerdasan emosional, berpikir kritis, dan komunikasi. Inilah jenis keterampilan yang membuat manusia mengungguli bahkan mesin paling cerdas sekalipun. Di sinilah kita unggul. Dan di sinilah masa depan pekerjaan berada. Dalam pekerjaan yang lebih manusiawi dan lebih memuaskan.
Maka, menurut Marr, untuk dapat mengarungi lautan dan sukses berlayar di era digital, orang membutuhkan sejumlah keterampilan penting di masa depan. Sayangnya, ketika berbicara keterampilan di era digital, banyak orang berpandangan bahwa keterampilan yang dibutuhkan adalah keterampilan teknis di bidang teknologi, seperti coding (pengkodean). Keterampilan teknis di bidang teknologi seperti pengkodean tetap dibutuhkan di masa depan, tetapi sebagian besar keterampilan di masa depan adalah keterampilan lunak (soft skills) berupa keterampilan khas manusia yang tidak bisa dilakukan oleh mesin, keterampilan terkait bagaimana manusia bisa survive dan bersanding dengan mesin. Marr menulis,
When we talk about essential skills for this brave new digital world, many assume we’re talking about tech skills, such as coding. In fact, thriving in the digital world isn’t about having deep technical knowledge—rather, it’s about understanding the technologies underpinning this fourth industrial revolution and the impact that these technologies will have on the future of work. It’s about understanding the relative strengths of both people and technology, and how we can capitalize on those strengths. Therefore, future skills lean much more towards softer skills than you might think—towards skills that will enable humans to succeed in the digital world (not compete with machines for easily automated work). Of course, some jobs will require technical skills, but the majority of in-demand skills will be soft skills—basically, the things that machines can’t do.
Ketika kita berbicara tentang keterampilan penting untuk dunia digital baru yang berani ini, banyak yang berasumsi kita sedang berbicara tentang keterampilan teknologi, seperti pengkodean. Faktanya, berkembang di dunia digital bukanlah tentang memiliki pengetahuan teknis yang mendalam—melainkan, ini tentang memahami teknologi yang mendasari revolusi industri keempat ini dan dampaknya terhadap masa depan pekerjaan. Ini tentang memahami kekuatan relatif manusia dan teknologi, dan bagaimana kita dapat memanfaatkan kekuatan tersebut. Oleh karena itu, keterampilan masa depan lebih condong ke arah keterampilan lunak daripada yang Anda bayangkan—ke arah keterampilan yang akan memungkinkan manusia untuk sukses di dunia digital (bukan bersaing dengan mesin untuk pekerjaan yang mudah diotomatisasi). Tentu saja, beberapa pekerjaan akan membutuhkan keterampilan teknis, tetapi sebagian besar keterampilan yang dibutuhkan adalah keterampilan lunak—pada dasarnya, hal-hal yang tidak dapat dilakukan oleh mesin.
Namun demikian, menurut Marr, keterampilan penting di masa depan ini sayangnya tidak diajarkan di sekolah-sekolah. Di Indonesia misalnya, keterampilan yang justru mulai diajarkan di sekolah-sekolah adalah keterampilan pengkodean. Terkait fenomena ini, Marr menulis,
However, many of these skills are currently not (or very poorly) taught in traditional education settings. Schools place too much emphasis on traditional academic subjects like math; meanwhile, the enormous value in soft skills goes often unrecognized. Ironically, schools are teaching students to look good to an algorithm, instead of teaching them the skills needed to thrive in the future job market.
Namun, banyak dari keterampilan ini saat ini tidak (atau sangat buruk) diajarkan dalam lingkungan pendidikan tradisional. Sekolah terlalu menekankan mata pelajaran akademik tradisional seperti matematika; sementara itu, nilai besar dalam keterampilan lunak seringkali tidak disadari. Ironisnya, sekolah mengajarkan siswa untuk terlihat baik di mata algoritma, alih-alih mengajarkan mereka keterampilan yang dibutuhkan untuk berkembang di pasar kerja masa depan.
Apa saja 20 keterampilan penting di masa depan? Berikut ini keterampilan-keterampilan tersebut.
- Literasi digital, yakni keterampilan digital yang dibutuhkan untuk belajar, bekerja, dan menjalani kehidupan sehari-hari di dunia kita yang semakin digital.
- Literasi data, yakni kemampuan dasar untuk memahami dan menggunakan data. Di era digital, data menjadi aset bisnis yang paling penting. Setiap waktu orang-orang memproduksi data, dari aktivitas di media sosial, belanja di aplikasi, dan sinyal GPS yang diaktifkan.
- Keterampilan teknis, yakni keterampilan praktis (hard skills) yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan dengan sukses, seperti keterampilan akuntansi bagi seorang akuntan, keterampilam mengajar bagi guru, merawat pagi perawat. Di era digital di mana sejumlah keterampilan diambil alih oleh mesin, keterampilan teknis justru semakin penting.
- Kesadaran atas ancaman digital, yakni menyadari bahaya saat berada di internet atau menggunakan perangkat digital—dan memiliki alat untuk menjaga diri dan organisasi tetap aman. Ini penting karena banyak aktivitas kita dilakukan secara digital, baik transaksi keuangan, belanja, dan berinteraksi dengan orang lain.
- Berpikir kritis, yakni berpikir secara objektif dengan menganalisis isu atau situasi berdasarkan bukti (bukan berdasarkan opini pribadi, bias, dan sebagainya) sehingga kita dapat membangun pemahaman menyeluruh tentang apa yang sebenarnya terjadi.
- Penilaian dan pengambilan keputusan kompleks, yakni penilaian menggunakan kemampuan rasional dan intuitif untuk mencapai keputusan terbaik yang dapat kita buat, berdasarkan kombinasi informasi, pengalaman, dan atribut pribadi kita.
- Kecerdasan emosional dan empati, yakni kemampuan untuk menyadari, mengekspresikan, dan mengendalikan emosi kita—dan untuk memahami dan menanggapi emosi orang lain. Otomatisasi di era digital membuat manusia makin kurang empati. Untuk itu keterampilan ini penting di era digital agar manusia tetap manusiawi.
- Kreativitas, yakni tindakan mewujudkan ide-ide imajinatif menjadi kenyataan. Oleh karena itu, menjadi kreatif berarti melalui dua proses: berpikir dan kemudian menghasilkan atau memproduksi sesuatu.
- Kolaborasi dan bekerja dalam tim, yakni bekerja sama dengan orang lain untuk membuat keputusan kolektif dan mencapai tujuan bersama.
- Komunikasi interpersonal, yakni kemamoian dalam pertukaran informasi, emosi, dan makna di antara orang-orang yang dilakukan baik dalam bentuk komunikasi lisan, tertulis, nonverbal, dan mendengarkan secara aktif.
- Bekerja dalam gig/ekonomi digital, yakni mampu bekerja dalam bisnis dan pekerjaan independen yang terlibat dalam kontrak jangka pendek atau pekerjaan lepas, bukan pekerjaan tetap.
- Adaptabilitas dan fleksibilitas, yakni kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan kondisi baru yang ditunjukkan dengan memiliki tingkat adaptasi yang tinggi berupa fleksibilitas
- Kecerdasan budaya dan kesadaran atas perbedaan, yakni kesadaran dasar tentang keberagaman, pengakuan bahwa tempat kerja dan masyarakat menjadi lebih beragam, dan bahwa keberagaman ini adalah hal yang baik.
- Kesadaran etis, yakni kemampuan dalam menempatkan etika sebagai peta jalan moral yang memberi kita alat untuk memikirkan isu-isu moral dan memandu pengambilan keputusan. Di era digital, banyak isu etis penggunaan teknologi dan data, seperti bagaimana etika menggunakan AI dan data pribadi, sehingga dibutuhkan kesadaran etis.
- Keterampilan kepemimpinan, yakni kemampuan dalam membantu orang lain mengembangkan kemampuan terbaik mereka dan membantu mereka untuk tumbuh. Kepemimpinan tidak terbatas pada pucuk pimpinan perusahaan. Gig economy di era digital membuat kemampuan kepemimpinan dibutuhkan pada banyak level interaksi manusia.
- Personal branding dan jaringan, yakni kemampuan dalam membangun keterampilan, pengalaman, dan kepribadian yang membentuk reputasi seseorang dan memungkinkan orang lain tertarik dan memberi kesempatan bekerja dan bekerja sama.
- Manajemen waktu, yakni kemampuan untuk menggunakan waktu secara efisien dan produktif, terutama dalam konteks pekerjaan. Di era digital, orang disesaki oleh ragam informasi dan distraksi, dari gadget, email, dan notifikasi aplikasi, sehinga keterampilan ini penting.
- Keingintahuan dan pembelajaran seumur hidup, yakni hasrat untuk belajar dan memahami hal-hal baru, misalnya memahami cara kerja sesuatu dan mempelajari hobi baru. Keinginan untuk belajar ini mendorong perjalanan pembelajaran seumur hidup yang dimotivasi oleh diri sendiri.
- Akrab dan merayakan perubahan, yakni kemampuan dalam memahami, mengelola, dan menavigasi perubahan.
- Menjaga kesehatan mental dan fisik diri sendiri, yakni dengan menemukan kehidupan yang seimbang, yang berarti mampu memisahkan kehidupan kerja dan nonkerja, dan merasa puas di kedua area tersebut.