Fear of Missing Out
Andrew K. Przybylski dari Departemen Psikologi, Universitas Essex, Inggris dan koleganya pada tahun 2013 menulis laporan penelitian mengenai FoMO berjudul Motivational, emotional, and behavioral correlates of fear of missing out. Dalam artikel tersebut mereka mendefinisikan FoMO sebagai berikut:
a pervasive apprehension that others might be having rewarding experiences from which one is absent, FoMO is characterized by the desire to stay continually connected with what others are doing.
Kekhawatiran yang meluas bahwa orang lain mungkin memiliki pengalaman bermanfaat yang tidak kita alami, yang ditandai dengan keinginan untuk terus terhubung dengan apa yang dilakukan orang lain.
Menurut Przybylski dan koleganya dalam artikel tersebut, FoMO dapat dilihat dalam perspektif teoritik yang disebut dengan Self-Determination Theory (SDT). SDT merupakan teori makro tentang motivasi manusia yang berpandangan bahwa regulasi diri yang efektif dan kesehatan psikologis didasarkan pada kepuasan tiga kebutuhan psikologis dasar, yakni:
- Kompetensi (Competence), yakni kapasitas untuk bertindak secara efektif terhadap dunia,
- Otonomi (Autonomy), yakni kebebasan dalam membangun identitas diri atau inisiatif pribadi
- Keterkaitan (Relatedness), yakni kedekatan atau keterhubungan dengan orang lain.
Melalui sudut pandang teoritis ini, menurut Przybylski, fenomena FoMO dapat dipahami sebagai pengaturan diri yang tidak pasti atau tidak meyakinkan yang muncul akibat defisit situasional atau kronis dalam upaya pemenuhan tiga kebutuhan psikologis tersebut.
Bagaimana FoMO diukur? FoMO dapat diukur menggunakan alat ukur the Fear of Missing Out scale (FoMOs) yang dikembangkan oleh Przybylski dan koleganya tahun 2013 pada artikel tersebut di atas. Skala tersebut terdiri atas 10 item menggunakan skala Likert 5 poin (1= Sangat benar menggambarkan diri saya, 5= Sangat tidak benar menggambarkan diri saya).