Belajar Mendalam menurut Alfred North Whitehead
Pergantian kementerian di bidang pendidikan pada pemerintahan Prabowo-Gibran diikuti dengan wacana pendekatan pembelajaran baru yang disebut dengan belajar mendalam (deep learning). Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, mengatakan bahwa pendekatan deep learning akan diterapkan pada kurikulum nasional yang saat ini berlaku, yakni Kurikulum 2013 dan Kurikulum Merdeka.
Belajar mendalam dalam kamus Cambridge mengandung dua pengertian. Pertama, belajar mendalam sebagai istilah pendidikan, yang diartikan sebagai “cara lengkap dalam mempelajari sesuatu yang berarti Anda sepenuhnya memahaminya dan tidak akan melupakannya” (a complete way of learning something that means you fully understand it and will not forget it). Kedua, belajar mendalam sebagai istilah di bidang komputer, yang diartikan sebagai “Sejenis pembelajaran mesin (=proses komputer meningkatkan kemampuannya sendiri untuk melakukan tugas dengan menganalisis data baru) yang menggunakan banyak lapisan pemrosesan data” [a type of machine learning (=the process of computers improving their own ability to perform tasks by analysing new data) that uses many layers of data processing]. Belajar mendalam yang dimaksud oleh Mendikdasmen tentu merujuk pada pengertian pertama, yakni belajar mendalam dalam pendidikan. Hanya saja, kebijakan turunan berupa akan diberlakukannya mata pelajaran coding dan artificial intelligence untuk semua siswa di Indonesia yang akan diterapkan mulai tahun ajaran 2025/2026 membuat istilah belajar mendalam jadi membingungkan, ini konsep pendidikan atau komputer?
Untuk menambah khasanah belajar mendalam dalam pendidikan, saya sarikan konsep pendidikan menurut matematikawan dan filsuf berkebangsaan Inggris bernama Alfred North Whitehead (1861-1947). Berbeda dengan pandangan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti bahwa belajar mendalam merupakan konsep yang diperkenalkan sejak 20 tahun lalu ketika menempuh pendidikan tinggi di Australia, konsep belajar mendalam sesungguhnya sudah terkandung dalam pemikiran-pemikiran Whitehead yang bisa kita baca dalam esai-esainya bertema pendidikan yang ditulisnya tahun 1927. Berikut ini beberapa pemikirannya.
1. Hati-hati dengan pendidikan yang menghasilkan manusia dengan gagasan-gagasan lembam
Alfred North Whitehead menuangkan gagasannya mengenai pendidikan dalam sebuah buku kecil berisi kumpulan esainya yang berjudul the Aims of Education (1927). Dalam kata pengantarnya, Whitehead menyampaikan bahwa gagasan utama bukunya merupakan “protes terhadap pengetahuan yang mati, yaitu terhadap gagasan-gagasan yang lembam (inert ideas)”. Dalam KKBI, lembam diartikan sebagai “tidak tangkas; lamban; malas”. Jadi gagasan-gagasan lembam berarti gagasan-gagasan yang tidak tangkas, lamban, atau malas.
Menurut Whitehead, gagasan-gagasan lembam merupakan gagasan-gagasan yang hanya diterima begitu saja tanpa digunakan dan diuji.
In training a child to activity of thought, above all things we must beware of what I will call “inert ideas”—that is to say, ideas that are merely received into the mind without being utilised, or tested, or thrown into fresh combinations.
Dalam melatih anak terhadap aktivitas berpikir, terutama kita harus waspada terhadap apa yang saya sebut “gagasan-gagasan lembam”—yaitu, gagasan-gagasan yang sekadar diterima dalam pikiran tanpa dimanfaatkan, atau diuji, atau dihadapkan pada kombinasi-kombinasi baru.
Bagi Whitehead, orang yang menjalani pendidikan namun hanya memiliki gagasan-gagasan lembam dinilai sebagai orang yang tidak berguna.
A merely well-informed man is the most useless bore on God’s earth.
Orang yang hanya berpengetahuan luas adalah orang yang paling tidak berguna di bumi Tuhan.
Bahkan menurut Whitehead, pendidikan yang mengandung gagasan-gagasan lembam tidak hanya tidak berguna tetapi juga berbahaya.
Education with inert ideas is not only useless: it is, above all things, harmful.
Pendidikan dengan gagasan-gagasan lembam tidak hanya tidak berguna: tetapi, di atas segalanya, berbahaya.
2. Pendidikan itu menggunakan pengetahuan
Adanya gagasan-gagasan lembam ini dipandang oleh Whitehead sebagai masalah utama dalam semua pendidikan. Untuk mengatasinya, menurut Whitehead, maka pendidikan harus dapat menjaga pengetahuan tetap hidup, yakni dengan cara menggunakan pengetahuan.
…theoretical ideas should always find important applications, within the pupil’s curriculum. This is not an easy doctrine to apply, but a very hard one. It contains within itself the problem of keeping knowledge alive, of preventing it from becoming inert, which is the central problem of all education.
…ide-ide teoritis harus selalu menemukan aplikasi penting, dalam kurikulum murid. Ini bukanlah doktrin yang mudah untuk diterapkan, tetapi sangat sulit. Doktrin ini mengandung masalah dalam menjaga pengetahuan tetap hidup, mencegahnya menjadi tidak aktif, yang merupakan masalah utama dari semua pendidikan.
Pendidikan bagi Whitehead adalah bagaimana memeroleh seni dalam menggunakan pengetahuan. Dan seni menggunakan pengetahuan dinilai sulit untuk diajarkan. Menurut Whitehead, mendidik agar siswa dapat menggunakan pengetahuan itu sesuatu yang sulit, karena kalau pendidikan dijalani dengan mudah bisa jadi bukan mendidik dan mengarah ke jalan yang salah.
Education is the acquisition of the art of the utilisation of knowledge. This is an art very difficult to impart. Whenever a textbook is written of real educational worth, you may be quite certain that some reviewer will say that it will be difficult to teach from it. Of course it will be difficult to teach from it. If it were easy, the book ought to be burned; for it cannot be educational. In education, as elsewhere, the broad primrose path leads to a nasty place.
Pendidikan adalah perolehan seni pemanfaatan pengetahuan. Ini adalah seni yang sangat sulit untuk diajarkan. Setiap kali sebuah buku teks ditulis dengan nilai pendidikan yang nyata, Anda mungkin cukup yakin bahwa beberapa pengulas akan mengatakan bahwa akan sulit untuk mengajar dari buku tersebut. Tentu saja akan sulit untuk mengajar dari buku tersebut. Jika mudah, buku tersebut harus dibakar; karena tidak dapat mendidik. Dalam pendidikan, seperti di tempat lain, jalan yang lebar dan penuh bunga mawar mengarah ke tempat yang buruk.
3. Ajarkan sedikit mata pelajaran, dan ajarkan itu dengan seksama
Agar sistem pendidikan terbebas dari gagasan-gagasan lembam, Whitehead mengajukan dua saran, yakni ajarkan sedikit mata pelajaran dan ajarkan mata pelajaran yang sedikit itu dengan seksama. Mengajarkan banyak mata pelajaran namun hanya sedikit-sedikit hanya membuat siswa menerima pengetahuan secara pasif, terputus-putus, dan tanpa antusiasme.
The result of teaching small parts of a large number of subjects is the passive reception of disconnected ideas, not illumined with any spark of vitality. Let the main ideas which are introduced into a child’s education be few and important, and let them be thrown into every combination possible. The child should make them his own, and should understand their application here and now in the circumstances of his actual life.
Hasil dari mengajarkan bagian-bagian kecil dari sejumlah besar mata pelajaran adalah penerimaan pasif dari ide-ide yang terputus-putus, tidak diterangi dengan percikan vitalitas apa pun. Biarkan ide-ide utama yang diperkenalkan ke dalam pendidikan anak menjadi sedikit dan penting, dan biarkan mereka dilemparkan ke dalam setiap kombinasi yang memungkinkan. Anak harus menjadikan ide-ide utama itu miliknya sendiri, dan harus memahami penerapannya di sini dan sekarang dalam keadaan kehidupan nyata.
4. Tujuan pendidikan adalah pengembangan-diri
Menurut whitehead, tujuan dari pendidikan adalah merangsang dan memandu pengembangan-diri siswa.
The students are alive, and the purpose of education is to stimulate and guide their self-development. It follows as a corollary from this premiss, that the teachers also should be alive with living thoughts.
Para siswa itu hidup, dan tujuan pendidikan adalah untuk merangsang dan membimbing pengembangan-diri mereka. Sebagai konsekuensi dari premis ini, para guru juga harus hidup dengan pemikiran yang hidup.
Karena pendidikan merupakan pengembangan diri, maka dorongan siswa menuju pengembangan diri harus berasal dari dalam diri individu dan sifatnya khas atau individual. Rangsangan dan panduan yang datang dari dari luar individu, misalnya dari guru, disamping bisa membantu, juga bisa membunuh pengembangan-diri.
After all, our pupils are alive, and cannot be chopped into separate bits, like the pieces of a jig-saw puzzle. In the production of a mechanism the constructive energy lies outside it, and adds discrete parts to discrete parts. The case is far different for a living organism which grows by its own impulse towards self-development. This impulse can be stimulated and guided from outside the organism, and it can also be killed. But for all your stimulation and guidance the creative impulse towards growth comes from within, and is intensely characteristic of the individual.
Bagaimanapun, murid-murid kita hidup, dan tidak dapat dipotong-potong menjadi bagian-bagian terpisah, seperti potongan-potongan puzzle. Dalam produksi mekanisme, energi konstruktif berada di luarnya, dan menambahkan bagian-bagian terpisah ke bagian-bagian terpisah. Kasusnya jauh berbeda untuk organisme hidup yang tumbuh dengan dorongannya sendiri menuju pengembangan diri. Dorongan ini dapat dirangsang dan dipandu dari luar organisme, dan juga dapat dimatikan. Namun, untuk semua rangsangan dan bimbingan Anda, dorongan kreatif menuju pertumbuhan datang dari dalam, dan sangat khas bagi individu.