Rubah dan Anggur Masam: Pelajaran mengenai Konsistensi Pikiran dan Perilaku

Suatu hari, seekor rubah melihat seikat anggur matang yang memesona tergantung di pohon yang tumbuh di sepanjang cabang-cabangnya.Anggur-anggur itu tampak siap mengeluarkan sarinya, dan mulut rubah berair saat ia menatapnya dengan lekat.

Seikat anggur itu tergantung di cabang yang tinggi, dan rubah harus melompat untuk mengambilnya. Pertama kali ia melompat, ia meleset jauh darinya. Jadi ia berjalan menjauh sebentar dan melompat ke arahnya, tetapi gagal sekali lagi.Berulang kali ia mencoba, tetapi sia-sia.

Sekarang ia duduk dan memandangi anggur-anggur itu dengan rasa jijik.

“Betapa bodohnya aku,” katanya.”Di sini aku melelahkan diri sendiri untuk mendapatkan seikat anggur masam yang tidak layak untuk direnggut.”

Dan ia pun pergi dengan nada penuh cemooh.

Gambar dari Milo Winter dalam Aesop’s Favorite Fables

Seorang ilmuwan psikologi sosial berkebangsaan Amerika Serikat bernama Leon Festinger mencermati fenomena rubah dan anggur masam ini dengan mengenalkan istilah yang populer dalam ilmu psikologi sebagai teori disonansi kognitif (cognitive dissonance). Apa itu teori disonansi kognitif? Festinger menjelaskan dalam artikelnya di Scientific American yang terbit tahun 1962 berikut ini.

This theory centers around the idea that if a person knows various things that are not psychologically consistent with one another, he will, in a variety of ways, try to make them more consistent. Two items of information that psychologically do not fit together are said to be in a dissonant relation to each other. The items of information may be about behavior, feelings, opinions, things in the environment and so on. The word cognitive simply emphasizes that the theory deals with relations among items of information.

Teori ini berpusat pada gagasan bahwa jika seseorang mengetahui berbagai hal yang secara psikologis tidak konsisten satu sama lain, ia akan, dengan berbagai cara, mencoba membuatnya lebih konsisten. Dua item informasi yang secara psikologis tidak cocok satu sama lain dikatakan memiliki hubungan yang tidak selaras satu sama lain. Item informasi tersebut mungkin tentang perilaku, perasaan, pendapat, hal-hal di lingkungan, dan sebagainya. Kata “kognitif” hanya menekankan bahwa teori tersebut membahas hubungan di antara item-item informasi.

 

Festinger menjelaskan lebih lanjut,

Such items can of course be changed. A person can change his opinion; he can change his behavior, thereby changing the information he has about it; he can even distort his perception and his information about the world around him. Changes in items of information that produce or restore consistency are referred to as dissonance-reducing changes.

Cognitive dissonance is a motivating state of affairs. Just as hunger impels a person to eat, so does dissonance impel a person to change his opinions or his behavior. The world, however, is much more effectively arranged for hunger reduction than it is for dissonance reduction. It is almost always possible to find something to eat. It is not always easy to reduce dissonance. Sometimes it may be very difficult or even impossible to change behavior or opinions that are involved in dissonant relations. Consequently, there are circumstances in which appreciable dissonance may persist for long periods.

Item-item informasi seperti itu tentu saja dapat diubah. Seseorang dapat mengubah pendapatnya; ia dapat mengubah perilakunya, sehingga mengubah informasi yang dimilikinya tentang hal itu; ia bahkan dapat mendistorsi persepsi dan informasinya tentang dunia di sekitarnya. Perubahan pada hal-hal informasi yang menghasilkan atau memulihkan konsistensi disebut sebagai perubahan yang mengurangi disonansi.

Disonansi kognitif adalah keadaan yang memotivasi. Sama seperti rasa lapar mendorong seseorang untuk makan, demikian pula disonansi mendorong seseorang untuk mengubah pendapat atau perilakunya. Akan tetapi, dunia diatur jauh lebih efektif untuk mengurangi rasa lapar daripada untuk mengurangi disonansi. Hampir selalu mungkin untuk menemukan sesuatu untuk dimakan. Tidak selalu mudah untuk mengurangi disonansi. Terkadang mungkin sangat sulit atau bahkan tidak mungkin untuk mengubah perilaku atau pendapat yang terlibat dalam hubungan disonan. Akibatnya, ada keadaan di mana disonansi yang cukup besar dapat bertahan untuk jangka waktu yang lama.

Ilustrasi rubah dan anggur masam dalam artikel Festinger Cognitive Dissonance (1962)

Berkaca dari kisah rubah dan anggur masam ini, Festinger menjelaskan disonansi kognitif dengan memberikan sebuah contoh saat kita memilih satu di antara dua pilihan menarik. Bayangkan jika Anda berada dalam situasi yang mengharuskan memilih satu di antara dua alternatif yang menarik, misalnya memilih kuliah jurusan psikologi di kampus A dan kampus B. Jika kita misalnya telah memutuskan untuk memilih berkuliah di kampus A dibandingkan kampus B, dan Anda memiliki informasi mengenai sejumlah keunggulan kampus B (kampus yang tidak Anda pilih) dan mengetahui sejumlah kekurangan kampus A (kampus yang Anda pilih), maka Anda memiliki informasi yang tidak konsisten atau disonansi.

Untuk mengurangi disonansi kognitif pada situasi semacam ini, kita dapat melakukan dua cara. Festinger menjelaskan,

There are two major ways in which the individual can reduce dissonance in this situation. He can persuade himself that the attractive features of the rejected alternative are not really so attractive as he had originally thought, and that the unattractive features of the chosen alternative are not really unattractive. He can also provide additional justification for his choice by exaggerating the attractive features of the chosen alternative and the unattractive features of the rejected alternative. In other words, according to the theory the process of dissonance reduction should lead, after the decision, to an increase in the desirability of the chosen alternative and a decrease in the desirability of the rejected alternative.

Ada dua cara utama di mana individu dapat mengurangi disonansi dalam situasi ini. Dia dapat meyakinkan dirinya bahwa fitur menarik dari alternatif yang ditolak tidak benar-benar semenarik yang dia pikirkan sebelumnya, dan bahwa fitur tidak menarik dari alternatif yang dipilih tidak benar-benar tidak menarik. Dia juga dapat memberikan justifikasi tambahan untuk pilihannya dengan melebih-lebihkan fitur menarik dari alternatif yang dipilih dan fitur tidak menarik dari alternatif yang ditolak. Dengan kata lain, menurut teori, proses pengurangan disonansi seharusnya mengarah, setelah keputusan, pada peningkatan desirabilitas alternatif yang dipilih dan penurunan desirabilitas alternatif yang ditolak.

 

Dengan kata lain, menurut Festinger, cara utama untuk mengurangi disonansi adalah “mengubah pendapat dan evaluasi seseorang untuk mendekatkannya dengan perilaku sebenarnya”.

Similar Posts