Tiga Kunci Sukses menurut Haruki Murakami

Share this:

Aktivitas yang biasa saya lakukan pada akhir pekan, setidaknya akhir-akhir ini, adalah jogging. Seperti pagi tadi, saya jogging selama sekitar 30 menit dengan berkitar di sepanjang jalan kompleks perumahan sebelah. Di antara dorongan yang membuat saya mau jogging, selain alasan menjaga kebugaran, adalah karena saat jogging saya bisa mendengarkan audiobook mengenai berlari karya novelis Haruki Murakami berjudul What I Talk About When I Talk About Running.

Dalam bukunya, kita tidak akan mendapat petunjuk mengenai berlari, atau kiat-kiat hidup sehat. “Ini adalah buku yang berisi pemikiran saya tentang apa arti lari bagi saya sebagai pribadi. Buku yang berisi berbagai hal yang saya renungkan dan pikirkan dengan lantang,” terang Murakami. Dalam bukunya ini, Murakami menceritakan pengalamannya berlari jarak panjang yang ia lakukan setiap hari selama bertahun-tahun seiring dengan rutinasnya dalam menulis. Jadi, mohon maaf pembaca, sebenarnya dalam bukunya ini Murakami juga tidak meyebut apa pun mengenai kunci sukses dalam hidup. Sebagai seorang novelis, Murakami bukan jenis orang yang suka memberi ceramah dan petunjuk hidup yang straight to the point.

Namun, kita dapat menggali sejumlah hal penting dalam hidup yang ditulis oleh Murakami dalam buku non-fiksinya ini. Sebenarnya bukan tentang kunci sukses dalam hidup, tetapi sejumlah kualitas untuk menjadi pelari atau novelis. Sebelum sampai ke sana, kita simak alasan Murakami berlari. Murakami menulis,

Most runners run not because they want to live longer, but because they want to live life to the fullest. …Exerting yourself to the fullest within your individual limits: that’s the essence of running, and a metaphor for life — and for me, for writing as well.

Kebanyakan pelari berlari bukan karena mereka ingin hidup lebih lama, tetapi karena mereka ingin menjalani hidup sepenuhnya. …Mengerahkan diri Anda sepenuhnya dalam batasan pribadi Anda: itulah esensi berlari, dan metafora untuk kehidupan — dan bagi saya, untuk menulis juga.

Jadi, apa pun profesi dan keahlian kita, menurut Murakami, tujuan kita adalah menjalani hidup sepenuhnya dengan mengerahkan segenap kemampuan diri kita dalam keterbatasan yang kita miliki. Atau dalam bahasa psikolog Carl Rogers, menjadi orang yang berfungsi penuh (a fully functioning person). Jadi, saat Murakami menjelaskan sejumlah kualitas seorang pelari atau novelis, pada dasarnya ia memberi pemahaman kepada semua orang mengenai bagaimana menjadi orang yang dapat menjalani hidup sepenuhnya dengan mengerahkan segenap kemampuan di tengah keterbatasan yang dimiliki.

Berikut ini tiga kualitas yang perlu dimiliki oleh seseorang dalam profesi apa pun yang dipilih agar dapat menjadi individu yang dapat menjalani hidup sepenuhnya –bagi Murakami, kualitas untuk menjadi novelis: bakat (talent), fokus, dan daya tahan (endurance).

  1. Bakat (talent)

Kualitas pertama dalam mencapai diri yang dapat menjalani hidup sepenuhnya adalah bakat. Saat kita memilih profesi tertentu, antusiasme dan usaha tidak berguna jika kita tidak punya bakat.  Murakami menulis,

No matter how much enthusiasm and effort you put into writing, if you totally lack literary talent you can forget about being a novelist. This is more of a prerequisite than a necessary quality. If you don’t have any fuel, even the best car won’t run.

 Tidak peduli seberapa besar antusiasme dan usaha yang Anda curahkan untuk menulis, jika Anda sama sekali tidak memiliki bakat sastra, Anda bisa melupakan cita-cita menjadi novelis. Ini lebih merupakan prasyarat daripada kualitas yang diperlukan. Jika Anda tidak memiliki bahan bakar, bahkan mobil terbaik pun tidak akan bisa melaju.

Namun yang menjadi masalah, menurut Murakami, bakat seseorang tidak bisa dikontrol jumlah atau kualitasnya. Murakami menulis,

You might find the amount isn’t enough and you want to increase it, or you might try to be frugal to make it last longer, but in neither case do things work out that easily. Talent has a mind of its own and wells up when it wants to, and once it dries up, that’s it. Of course certain poets and rock singers whose genius went out in a blaze of glory — people like Schubert and Mozart, whose dramatic early deaths turned them into legends — have a certain appeal, but for the vast majority of us this isn’t the model we follow.

Anda mungkin merasa jumlahnya tidak cukup dan Anda ingin meningkatkannya, atau Anda mungkin mencoba berhemat agar bakat itu bertahan lebih lama, tetapi dalam kedua kasus itu tidak berjalan semudah itu. Bakat memiliki pikirannya sendiri dan muncul ketika ia menginginkannya, dan begitu ia mengering, maka selesailah sudah. ​​Tentu saja penyair dan penyanyi rock tertentu yang kejeniusannya padam dalam kobaran kejayaan — orang-orang seperti Schubert dan Mozart, yang kematian dininya yang dramatis mengubah mereka menjadi legenda — memiliki daya tarik tertentu, tetapi bagi sebagian besar dari kita, ini bukanlah model yang kita ikuti.

  1. Fokus

Kunci kedua dalam menjalani hidup sepenuhnya menurut Murakami adalah fokus, yakni kemampuan untuk memusatkan semua bakat kita yang terbatas kepada apa pun yang penting pada suatu waktu. Tanpa fokus kita tidak dapat mencapai apa pun yang berharga bagi kita. Sementara, jika kita dapat fokus secara efektif, kita dapat “mengimbangi bakat yang tidak menentu atau bahkan kekurangannya.” Tentang ini Murakami bercerita mengenai kebiasaannya untuk menjaga fokus,

I generally concentrate on work for three or four hours every morning. I sit at my desk and focus totally on what I’m writing. I don’t see anything else, I don’t think about anything else. Even a novelist who has a lot of talent and a mind full of great new ideas probably can’t write a thing if, for instance, he’s suffering a lot of pain from a cavity. The pain blocks concentration. That’s what I mean when I say that without focus you can’t accomplish anything.

Saya biasanya berkonsentrasi pada pekerjaan selama tiga atau empat jam setiap pagi. Saya duduk di meja saya dan fokus sepenuhnya pada apa yang saya tulis. Saya tidak melihat hal lain, saya tidak memikirkan hal lain. Bahkan seorang novelis yang memiliki banyak bakat dan pikiran yang penuh dengan ide-ide baru yang hebat mungkin tidak dapat menulis apa pun jika, misalnya, ia sangat menderita sakit gigi berlubang. Rasa sakit menghalangi konsentrasi. Itulah yang saya maksud ketika saya mengatakan bahwa tanpa fokus Anda tidak dapat mencapai apa pun.

  1. Daya Tahan (endurance)

Kunci ketiga bagi seseorang agar dapat menjalani hidup sepenuhnya menurut Murakami adalah daya tahan, yakni energi untuk terus fokus pada bakat yang kita miliki dalam waktu yang relatif lama. Jadi, apa pun profesi kita, untuk dapat menjalani hidup sepenuhnya kita perlu punya daya tahan untuk dapat fokus mengerjakan profesi itu dalam waktu yang lama. Murakami menganalogikan dengan bernafas. Jika fokus adalah menahan napas, daya tahan adalah seni bernapas perlahan sambil menyimpan udara di paru-paru. Murakami menulis,

If you concentrate on writing three or four hours a day and feel tired after a week of this, you’re not going to be able to write a long work. What’s needed for a writer of fiction — at least one who hopes to write a novel — is the energy to focus every day for half a year, or a year, two years. You can compare it to breathing. If concentration is the process of just holding your breath, endurance is the art of slowly, quietly breathing at the same time you’re storing air in your lungs. Unless you can find a balance between both, it’ll be difficult to write novels professionally over a long time.

Jika Anda berkonsentrasi menulis tiga atau empat jam sehari dan merasa lelah setelah seminggu melakukannya, Anda tidak akan mampu menulis karya yang panjang. Yang dibutuhkan oleh seorang penulis fiksi — setidaknya seseorang yang berharap untuk menulis novel — adalah energi untuk fokus setiap hari selama setengah tahun, atau setahun, dua tahun. Anda dapat membandingkannya dengan bernapas. Jika konsentrasi adalah proses menahan napas, daya tahan adalah seni bernapas perlahan dan pelan pada saat yang sama saat Anda menyimpan udara di paru-paru. Kecuali Anda dapat menemukan keseimbangan antara keduanya, akan sulit untuk menulis novel secara profesional dalam waktu yang lama.

Untungnya, menurut Murakami, dua kualitas terakhir yakni fokus dan daya tahan berbeda dengan bakat. Fokus dan daya tahan dapat  diperoleh dan diasah melalui latihan. Menurut Murakami, kita akan secara alami mempelajari konsentrasi dan daya tahan ketika kita duduk setiap hari di meja kerja dan melatih diri untuk fokus pada satu titik. Bagi Murakami, melatih fokus dan daya tahan seperti melatih otot-otot tubuh. Murakami menulis,

You have to continually transmit the object of your focus to your entire body, and make sure it thoroughly assimilates the information necessary for you to write every single day and concentrate on the work at hand. And gradually you’ll expand the limits of what you’re able to do. Almost imperceptibly you’ll make the bar rise. This involves the same process as jogging every day to strengthen your muscles and develop a runner’s physique. Add a stimulus and keep it up. And repeat. Patience is a must in this process, but I guarantee the results will come. 

Anda harus terus-menerus menyalurkan objek fokus Anda ke seluruh tubuh, dan memastikannya menyerap informasi yang diperlukan agar Anda dapat menulis setiap hari dan berkonsentrasi pada pekerjaan yang sedang dilakukan. Dan secara bertahap Anda akan memperluas batas kemampuan Anda. Hampir tanpa terasa, Anda akan meningkatkan standarnya. Ini melibatkan proses yang sama seperti jogging setiap hari untuk memperkuat otot dan mengembangkan fisik seorang pelari. Tambahkan stimulus dan pertahankan. Dan ulangi. Kesabaran adalah suatu keharusan dalam proses ini, tetapi saya jamin hasilnya akan datang. 

Murakami tidak memungkiri pentingnya bakat, apalagi bakat itu disadari sedari muda. Para penulis yang diberkahi bakat luar biasa menjalani proses menulis dengan mudah dan mampu melewati segala rintangan dalam menulis. Fokus dan daya tahan muncul hanya saat dibutuhkan. “Jika Anda muda dan berbakat,” Menurut Murakami, “rasanya seperti Anda punya sayap.

Namun apakah Murakami sendiri tergolong penulis berbakat? Murakami menulis,

Writers who are blessed with inborn talent can freely write novels no matter what they do—or don’t do. Like water from a natural spring, the sentences just well up, and with little or no effort these writers can complete a work. Occasionally you’ll find someone like that, but, unfortunately, that category wouldn’t include me. I haven’t spotted any springs nearby. I have to pound the rock with a chisel and dig out a deep hole before I can locate the source of creativity. To write a novel I have to drive myself hard physically and use a lot of time and effort.

Penulis yang diberkahi bakat alami dapat dengan bebas menulis novel, apa pun yang mereka lakukan—atau tidak lakukan. Seperti air dari mata air alami, kalimat-kalimatnya mengalir begitu saja, dan dengan sedikit atau tanpa usaha, para penulis ini dapat menyelesaikan sebuah karya. Sesekali Anda akan menemukan orang seperti itu, tetapi, sayangnya, kategori itu tidak termasuk saya. Saya belum menemukan mata air di dekat sini. Saya harus memahat batu dengan pahat dan menggali lubang yang dalam sebelum saya dapat menemukan sumber kreativitas. Untuk menulis novel, saya harus bekerja keras secara fisik dan menghabiskan banyak waktu dan tenaga.

Karena Murakami menyadari tidak memiliki bakat alami menulis, bagi Murakami menulis novel pada dasarnya adalah semacam kerja manual. “Menulis itu sendiri adalah kerja mental,” kata Murakami, “tetapi menyelesaikan seluruh buku lebih dekat dengan kerja manual.” Murakami menggambarkan kerja manual yang dilakukannya dengan melibatkan fokus dan daya tahan sebagai berikut,

If you have the strength to lift a coffee cup, they figure, you can write a novel. But once you try your hand at it, you soon find that it isn’t as peaceful a job as it seems. The whole process—sitting at your desk, focusing your mind like a laser beam, imagining something out of a blank horizon, creating a story, selecting the right words, one by one, keeping the whole flow of the story on track—requires far more energy, over a long period, than most people ever imagine.

Jika Anda memiliki kekuatan untuk mengangkat cangkir kopi, mereka pikir, Anda dapat menulis novel. Tetapi begitu Anda mencobanya, Anda segera menyadari bahwa itu tidak setenang kelihatannya. Seluruh proses—duduk di meja Anda, memfokuskan pikiran Anda seperti sinar laser, membayangkan sesuatu dari cakrawala kosong, menciptakan cerita, memilih kata-kata yang tepat, satu per satu, menjaga seluruh alur cerita tetap pada jalurnya—membutuhkan lebih banyak energi, dalam jangka waktu yang lama, daripada yang pernah dibayangkan kebanyakan orang.

Mengatakan bahwa Murakami tidak punya bakat menulis tentu suatu sesumbar. Pengakuan Murakami bahwa dirinya tidak punya bakat menulis lebih sebagai bentuk kerendahan hati dan apresiasinya kepada siapa pun, bahwa dengan bakat sekecil apa pun yang dimiliki, dalam bidang apa pun, dapat berbuah keunggulan, asal terus berlatih fokus dan daya tahan dalam bidang yang digeluti dalam waktu yang lama, mungkin seumur hidup kita.

Share this:

Similar Posts