Portrait of a happy mature couple enjoying their romantic vacation

Kisah mengenai Bagaimana Saya dan Istri saling Sayang-menyayangi

Share this:

Topik dalam psikologi sosial yang mahasiswa antusias membahasnya tapi tidak dengan saya adalah mengenai relasi interpersonal. Hampir semua buku teks psikologi sosial membahas mengenai pengalaman interpersonal, mulai dari membangun relasi baru (kenalan) sampai ke relasi yang sangat dekat (hubungan romantis). Daya tarik dan persahabatan berada di antaranya.

Sebab musabab yang membuat saya kurang antusias adalah karena di dalamnya antara lain membahas mengenai hubungan romantis dengan pasangan. Bagi masyarakat di Indonesia, pembahasan demikian dipandang tabu. Dalam alam pikiran masyarakat kita, misalnya, hubungan seksual diperhalus bahasanya dengan hubungan intim.

Robert Sternberg, ilmuwan psikologi yang mencetus teori segitiga cinta (triangular theory of love) berupa gairah (passion), kedekatan (intimacy) dan komitmen, yang banyak dibahas dalam buku teks psikologi sosial, terinspirasi dari kehidupannya sehari-hari hari, tidak hanya dari pengalaman cinta terhadap pasangannya tapi juga cinta terhadap anaknya.

Padahal kalau dalam bahasa Inggris intimate relationship tidak hanya persoalan hubungan seksual semata. Hubungan intim juga berkaitan dengan kedekatan emosional dan rasa percaya terhadap pasangan. Robert Sternberg, ilmuwan psikologi yang mencetus teori segitiga cinta (triangular theory of love) berupa gairah (passion), kedekatan (intimacy) dan komitmen, yang banyak dibahas dalam buku teks psikologi sosial, terinspirasi dari kehidupannya sehari-hari hari, tidak hanya dari pengalaman cinta terhadap pasangannya tapi juga cinta terhadap anaknya.

Sebagai fenomena psikologis tentu kajian mengenai relasi interpersonal tidak luput dari pembahasan dalam buku teks. Mau tidak mau saya juga membahas topik ini bersama mahasiswa. Saat di depan kelas, untuk meningkatkan rasa percaya diri terhadap topik ini, saya sampaikan bahwa dibandingkan dengan mahasiswa, pengalaman saya mengenai cinta lebih banyak. Tentu jelas, secara usia saya lebih tua, juga saya sudah menikah.

Saya tidak menjelaskan kalau di usia yang sama dengan mahasiswa, maksudnya saat saya masih mahasiswa seusia mereka, sepertinya dibanding mereka, saya kalah jauh dalam pengalaman yang bersifat romantis. Teknologi digital memungkinkan itu. Saat ini representasi diri bisa menggunakan media sosial, di mana kita bisa mengelola kesan (impression management) sesuai keinginan, orang juga bisa berkenalan dan membangun kedekatan dengan menggunakan media sosial.

Untuk menunjukkan bahwa saya lebih pengalaman terkait topik ini dibandingkan dengan mahasiswa, saya memberanikan diri untuk menceritakan bagaimana saya dan istri saling sayang-menyayangi. Saat saya menyampaikan ini, mahasiswa bergemuruh tanda antusias mendengarkan kisah yang akan saya ceritakan ini.

Saya memilih bercerita tentang pengalaman yang privat ini karena, dalam situasi yang dinilai mengancam, termasuk saat harus membahas topik yang kurang nyaman dibicarakan, kita bisa maju melawan (fight) atau melarikan diri (flight). Saya memilih yang pertama dengan cara berbagi kisah mengenai pengalaman romantis keluarga kami, alih-alih segera menyudahi pertemuan dan kelas berakhir lebih cepat. Begini kisah yang saya ceritakan di kelas, yang berakhir menjelang siang, mengenai bagaimana saya dan istri saya saling sayang-menyayangi.

Saya mendapat pelajaran tentang berhemat dari ibu saya yang tidak saya pelajari dari istri saya. Saya juga mendapat pelajaran tentang berhemat dari istri saya yang tidak saya pelajari dari ibu saya.

Saat saya mengupas mangga, sudah jadi kebiasaan saya sejak kecil, juga kebiasaan keluarga besar saya, bagaimana cara mengupas mangga yang benar. Kulitnya dikupas tipis yang jika kulit mangga berwarna hijau, hasil kupasannya masih menyisakan warna hijau di daging mangganya. Ini semata-mata agar lebih banyak daging yang bisa dimakan. Maklum, orangtua saya punya lima anak, jadi satu mangga akan dibagi dengan tujuh orang. Ibu saya sangat mahir mengenai bagaimana cara berhemat.

Melihat cara saya mengupas, istri langsung mengambil alih dan menunjukkan cara mengupas yang benar.

“Begini cara mengupas mangga. Kupas kulit lebih tebal agar tidak ada warna hijau karena kalau terlalu tipis masih menyisakan getah di daging mangga, kalau dimakan bikin gatal di tenggorokan,” jelas istri saya sambil mempraktekkannya di hadapan saya.

Sayang dong, banyak daging mangga yang terbuang bersama kulitnya,” begitu sergah saya penuh kecewa.

Pada kesempatan yang lain, pagi hari usai kami sarapan, saya bergegas sikat gigi dan mendapati pasta gigi sudah berbentuk pipih tanda sudah habis isinya. Begitu pasta gigi baru sudah di tangan, saya bermaksud membuang pasta gigi yang sudah tidak berisi. Namun belum sampai pasta gigi kosong itu masuk ke tempat sampah, istri saya langsung menyergap, mengambil pasta gigi tersebut dari tangan saya.

“Jangan dibuang!” ujar istri saya sembari mengambil gunting dan memotong pasta gigi jadi dua bagian. “Pasta gigi ini masih ada isinya, sayang dong kalau dibuang”, ujarnya.

Istri saya pun mengorek-ngorek isi pasta gigi yang sudah dibelah jadi dua itu dengan sikat gigi dan memberikannya kepada saya. Di tangan istri saya, pasta gigi yang sudah habis ternyata masih ada isinya dan bisa dipakai sikat gigi beberapa kali.

Saya mendapat pelajaran tentang berhemat dari ibu saya yang tidak saya pelajari dari istri saya. Saya juga mendapat pelajaran tentang berhemat dari istri saya yang tidak saya pelajari dari ibu saya.

Saya merasa sayang karena kupasan mangga terlalu tebal, istri saya merasa sayang karena pasta gigi yang terlihat sudah habis tapi ternyata masih ada isinya. Begitulah kisah bagaimana saya dan istri saya saling sayang-menyayangi.

Kelas siang itu selesai dengan berakhirnya kisah ini.

Share this:

Similar Posts