Membangun Kebiasaan Membaca melalui Dua Jalur Berpikir
Saat saya bertanya kepada mahasiswa di kelas mengenai buku apa yang sedang dibaca saat ini, salah seorang mahasiswa menjawab dengan lugas, “Tidak ada buku yang sedang saya baca karena saya tidak suka membaca buku”.
“Lantas dari mana Anda mendapat pengetahuan?” tanya saya penasaran.
“Saya biasa menonton podcast di YouTube,” jawabnya.
Jawaban mahasiswa saya menunjukkan kalau ada perubahan cara mahasiswa dalam belajar. Namun, cara belajar melalui membaca buku sepertinya tidak bisa diganti dengan menonton podcast.
Yang ingin saya bahas di sini adalah bahwa membangun tradisi membaca buku menjadi tantangan serius bagi orang yang sedari awal merasa tidak suka membaca buku.
Dalam psikologi kognitif dikenal dua modus berpikir, yakni berpikir cepat dan berpikir lambat. Berpikir cepat dilakukan secara otomatis, tanpa disadari, intuitif, dan melibatkan emosi; berpikir lambat dilakukan secara terencana, disadari, reflektif, dan melibatkan rasio. Untuk menumbuhkan tradisi membaca perlu melibatkan dua modus berpikir tersebut.
Bagi orang yang tidak suka membaca buku seperti mahasiswa saya di atas, menumbuhkan tradisi membaca buku tidak bisa dengan memberi buku-buku untuknya, mereka tidak akan membacanya. Perlu ditumbuhkan tradisi membaca buku melalui modus berpikir lambat. Ia perlu lebih dahulu diubah sikapnya terhadap membaca buku, dari tidak suka menjadi suka.
Bagi yang suka membaca buku, atau setidaknya biasa saja, namun belum menjadikan membaca buku sebagai tradisi, dapat dibangun tradisi membaca bukunya dengan berpikir cepat. mungkin perlu menyediakan buku-buku di tempat yang mudah dijangkau sehari-hari.
Berikut ini upaya yang dapat dilakukan untuk membangun kebiasaan membaca melalui dua modus berpikir, yakni berpikir cepat dan berpikir lambat. Untuk lebih mudahnya sebut saja jalur cepat dan jalur lambat. Upaya ini bisa dilakukan baik untuk membangun kebiasaan membaca untuk diri sendiri, orangtua untuk anaknya, maupun institusi (misalnya perpustakaan) untuk orang-orang.
Jalur cepat
Untuk membangun kebiasaan membaca melalui cara berpikir cepat kita bisa menggunakan konsep yang dipakai oleh James Clear dalam membangun kebiasaan yang disebut dengan lingkaran kebiasaan (habit loop). Lingkaran kebiasaan melibatkan empat siklus kebiasaan yakni petunjuk, gairah, respon, dan ganjaran. Konsep ini berakar dari ilmu psikologi behavioristik dalam membangun kebiasaan melalui pengkondisian.

1. Petunjuk (cue): Jadikan buku-buku dapat dilihat.
Kebiasaan mula-mula dimunculkan dengan memberi petunjuk yang jelas atas stimulus. Untuk membangun kebiasaan membaca, jadikan agar buku-buku dapat dilihat. Agar membaca buku menjadi aktivitas hidup sehari-hari, hadirkan buku di tempat yang bisa kita temui sehari-hari: di kamar, di ruang tamu, di ruang belajar, dan mungkin juga di ponsel kita. Agar buku-buku dapat dilihat siswa, sekolah bisa menempatkan rak buku mini di sudut-sudut kelas. Perpustakaan sekolah ditempatkan di lokasi yang strategis yang mudah dilihat dan diakses siswa, bukan di tempat terpencil yang jarang dilalui siswa sehari-hari. Penting juga agar perpustakaan daerah berada di lokasi-lokasi yang strategis.
2. Gairah (craving): Jadikan membaca buku menarik.
Agar kebiasaan baru muncul, setelah diberi petunjuk yang jelas, jadikan stimulusnya menggairahkan. Mungkin bisa menyandingkan aktivitas membaca buku dengan sesuatu yang menarik, misalnya membaca buku di kafe. Bisa juga menghadiri acara bedah buku. Agar membaca buku menarik bagi siswa, sekolah bisa mengadakan event perayaan membaca buku bersama. Agar masyarakat tertarik membaca buku, perpustakaan daerah dapat mengadakan aktivitas rutin yang membuat aktivitas literasi menarik. Penting juga menjadikan perpustakaan sebagai tempat yang menarik. Anak saya usia kelas 6 SD suka ke Perpustakaan Nasional Jakarta karena bisa melihat Monas dari balkon lantai 24 gedung tersebut. Tentu untuk membuat perpustakaan jadi menarik tidak harus se-sophisticated itu.
3. Respon (response): Jadikan membaca buku mudah.
Pilih buku yang bagus dengan topik yang familiar dengan kita agar membaca buku terasa mudah. Targetkan membaca buku secara rutin meski hanya beberapa halaman per hari. Bagi pengelola perpustakaan, jadikan agar prosedur mengakses perpustakaan (masuk, mendaftar, meminjam buku) dapat dilakukan dengan mudah oleh pengguna.
4. Ganjaran (reward): Jadikan membaca buku memuaskan.
Agar membaca buku terasa memuaskan, mula-mula kita memilih buku yang dapat bermanfaat secara praktis (self-help). Bagi guru, agar siswa merasa membaca buku itu memuaskan, buat aktivitas belajar menuntut siswa membaca buku: makin banyak membaca buku makin bagus nilai pelajaran.
Jalur lambat
Untuk membangun kebiasaan membaca melalui cara berpikir lambat kita bisa menggunakan konsep mengenai bagaimana perilaku terbentuk mula-mula dari aktivitas yang diniatkan. Dalam psikologi dikenal dengan teori tindakan terencana (theory of planned behavior). Agar membaca buku jadi kebiasaan, kita perlu lebih dahulu memunculkan niat untuk membaca buku.

Di sinilah pentingnya membentuk sikap positif terhadap membaca buku agar niat membaca buku muncul. Agar orang mau membaca buku, mula-mula perlu ditumbuhkan sikap positif terhadap perilaku membaca buku. Orang tidak mau membaca buku antara lain karena punya sikap negatif terhadap perilaku membaca buku.
Faktor yang mempengaruhi sikap positif dalam membaca buku adalah keyakinan (beliefs) yang kita miliki. Maka perlu ditumbuhkan keyakinan-keyakinan tertentu yang dapat menumbuhkan sikap positif terhadap membaca buku, misalnya membaca itu ibadah; membaca menambah pengetahuan; buku itu jendela dunia. Kalau keyakinan-keyakinan tersebut terlalu klise, kita bisa menciptakan keyakinan tertentu yang lebih personal.
Norma subjektif yang kita miliki juga berpengaruh terhadap niat membaca buku. Norma subjektif seperti “Keluarga saya menghargai membaca buku”, “Teman-teman saya mendorong saya membaca buku”, “Guru saya menekankan pentingnya saya membaca buku” dapat meningkatkan intensi membaca buku. Norma subjektif yang tidak mendorong membaca buku, misalnya “Teman-teman saya memandang membaca buku tidak penting” akan membuat kita enggan membaca buku. Dalam hal ini, orangtua dan guru dapat berperan membangun norma subjektif yang positif pada anak dan siswa agar tumbuh intensi membaca buku.
Sebagai ikhtiar kecil, pada semester ini saya meminta semua mahasiswa membawa buku populer bidang psikologi pada minggu ke-5 untuk dipresentasikan di kelas mengenai isi buku dan alasan mengapa suka dengan buku tersebut. Kegiatan ini saya namai Show your book! Kegiatan ini moga-moga membuat mahasiswa merasa membaca buku itu penting dan bahwa mereka dikelilingi oleh teman-teman yang membaca buku.
Terakhir, persepsi bahwa kita mampu mengendalikan perilaku membaca buku (perceived behavioral control) juga penting. Ini berarti kita merasa mampu mengorganisir diri bagaimana cara agar bisa membaca buku: akan membeli buku atau pinjam, kapan waktu membaca buku, di mana tempat agar bisa menikmati membaca buku, dan sebagainya.
