Modern and collaborative learning, knowledge sharing, happiness group of people. Smiling young multi ethnic students read books and notes, isolated on orange background, copy space, studio shot

Show Your Book! Menyemai Kebiasaan Membaca Buku dari Ruang Kelas

Share this:

Pada semester ini, saya meminta mahasiswa membawa buku non-fiksi mengenai psikologi dan mempresentasikan isi bukunya di kelas. Kegiatan ini dilakukan pada pertemuan minggu ke-5. Kegiatan yang dilakukan di awal pertemuan sebelum mulai perkuliahan ini saya namakan Show Your Book! Nama ini saya curi dari judul buku yang ditulis oleh Austin Kleon, Show Your Work! 

Selain buku tersebut, Kleon juga menulis buku lainnya berjudul Steal Like An Artist. Tidak ada yang baru di bawah sinar matahari, begitu kata Kleon, jadi curilah gagasan dari orang lain seperti seniman mencuri gagasan dari seniman lain atau dari mana pun. “Setiap ide baru hanyalah gabungan atau campuran dari satu atau lebih ide sebelumnya,” begitu katanya. Begitulah, nama kegiatan yang saya lakukan bersama mahasiswa mengenai literasi saya curi dari judul bukunya.

 

Dalam buku Show Your Work! Kleon mengatakan bahwa kita perlu menunjukkan apa yang kita kerjakan agar dapat mempengaruhi orang lain dan biarkan orang lain mencuri dari kita. Karena kita menunjukkan apa yang kita kerjakan, orang lain bisa mencuri gagasan mengenai apa yang kita kerjakan. “Jangan tunjukkan makan siang kamu atau kopi latte kamu, tunjukkan apa yang kamu kerjakan,” ungkap Kleon.

Tulisan ini ingin menunjukkan (show) apa yang mahasiswa saya kerjakan. Kami tidak tahu apakah kegiatan ini layak untuk dicuri. Biasanya sesuatu layak dicuri karena sesuatu itu berharga. Kami tidak tahu apakah kegiatan ini berharga bagi orang lain. Yang kami tahu, kegiatan ini berharga bagi kami, mahasiswa saya dan saya sendiri.

Dalam kegiatan Show Your Book! ini mahasiswa ditantang untuk berdiri di depan kelas, menunjukkan buku yang sedang dibaca di hadapan rekan-rekannya, dan menceritakan dua hal ini:

  1. Buku ini mengenai…
  2. Saya suka buku ini karena…

Dua hal ini dijelaskan mahasiswa di hadapan rekan sekelas dalam waktu paling lama 2 menit. Meski karena antusias beberapa mahasiswa bercerita dalam tempo lebih dari itu. Ini jadi tantangan buat mahasiswa saya karena, pada pertemuan pertama perkuliahan semester ini sebagian besar dari mereka mengaku tidak membaca buku dalam satu tahun terakhir! Bahkan beberapa mahasiswa mengatakan kalau dirinya tidak suka membaca buku.

 

Bagi kami kegiatan ini berharga karena melalui kegiatan ini kami berusaha membangun sendiri alasan yang dapat meningkatkan intensi atau niat untuk membaca buku. Dalam teori tindakan beralasan (theory of planned behavior), salah satu unsur pembentuk niat adalah norma subjektif (subjective norm), yakni tekanan sosial yang dirasakan untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku. Jadi norma subjektif berkenaan dengan sejauh mana orang-orang penting dalam hidup seseorang (significant others) akan menyetujui atau tidak menyetujuinya dalam melakukan perilaku tertentu.

Menunjukkan buku yang kita baca berarti membangun pandangan bahwa orang-orang di sekitar kita membaca buku. Karena mereka membaca buku, tentunya mereka akan mendukung kalau kita melakukan tindakan yang sama (membaca buku). Berada dalam lingkungan yang biasa membaca buku mendorong kita menyelaraskan perilaku kita dengan perilaku mereka.

Kondisi yang sebaliknya bisa terjadi. Merujuk teori ini, salah satu alasan yang membuat orang tidak suka membaca buku adalah karena orang-orang penting dalam hidup kita (orangtua, saudara kandung, kerabat, teman, teman dekat) tidak memberi dorongan, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk membaca buku. Tentu ini bukan satu-satunya alasan yang membuat orang tidak suka membaca buku.

 

Memang, di era digital saat ini kebiasaan orang-orang membaca buku diganti dengan kebiasaan membaca pesan WhatsApp, membaca status Instagram, menonton dan membaca status TikTok, dan berbagai aktivitas membaca lain selain membaca buku. Itu kalau memang orang-orang punya kebiasaan membaca sebelumnya. Mungkin yang ada, pada saat tradisi literasi masyarakat kita masih rendah, kita dimanjakan dengan kegiatan di media sosial yang semakin menjauhkan kita dari tradisi literasi. Jika demikian adanya, bahwa orang-orang saat ini lebih suka membaca apapun di smartphone mereka selain membaca buku, perilaku membaca buku seakan ketinggalan zaman. Ada perasaan malu membaca buku. Kita berpikir, kebiasaan membaca buku tidak selaras dengan kebiasaan kebanyakan orang di era kini.

Di kelas, saat mahasiswa saya minta menunjukkan buku yang sedang dibaca, mereka mula-mula malu-malu menunjukkan bukunya. Seperti menyiratkan bahwa sebenarnya membaca buku bukan kebiasaannya. Kegiatan sederhana yang meminta mereka menunjukkan buku yang dibaca di hadapan rekan-rekannya semoga bisa menjadi dorongan kecil bahwa orang-orang di sekitar kita sangat menyukai kalau kita membaca buku.

Media sosial dan media digital lainnya sudah menjadi bagian dari hidup kita sehari-hari. Maka, hambatan literasi sesungguhnya datang dari diri sendiri. Sebagaimana orang berpikir melalui dua jalur berpikir, yakni berpikir cepat dan berpikir lambat, maka kebiasaan membaca buku dapat ditumbuhkan melalui dua jalur berpikir ini.

Share this:

Similar Posts