Groupthink
Irving Janis, ilmuwan psikologi sosial dari Universitas Yale, Amerika Serikat, mengenalkan sebuah fenomena perilaku kelompok dalam pengambilan keputusan yang disebut dengan groupthink. Pada November tahun 1971, Janis menulis artikel dalam Psychology Today berjudul Groupthink dan mengartikan groupthink sebagai berikut:
The mode of thinking that persons engage in when concurrence-seeking becomes so dominant in a cohesive in-group that it tends to override realistic appraisal of alternative courses of action.
Cara berpikir yang dilakukan seseorang saat mencari persetujuan menjadi begitu dominan dalam kelompok yang kohesif sehingga cenderung mengesampingkan penilaian realistis terhadap tindakan alternatif.
Salah satu contoh fenomena groupthink yang terkenal adalah keputusan presiden Amerika Serikat John F. Kennedy dan para penasehatnya untuk melakukan invasi terhadap Teluk Babi (the Bay of Pig) di Kuba pada tahun 1961. Terhadap kejadian tersebut, Elliot Aronson dan koleganya dalam buku Social Psychology menjelaskan,
This was during the Cold War, when there were many tensions between the Soviet Union and the United States, and the Communist revolution in Cuba (with the support of the Soviet Union) was seen as an enormous threat. The idea was to land a small force of CIA-trained Cuban exiles on the Cuban coast, who would then instigate and lead a mass uprising against Fidel Castro, the Cuban leader. What looked good on paper to Kennedy and his advisers turned out to be a fiasco. Soon after the invasion was launched, Castro’s forces captured or killed nearly all the U.S.-backed forces. Friendly Latin American countries were outraged that the United States had invaded one of their neighbors, and Cuba became even more closely allied with the Soviet Union. Later, President Kennedy would ask, “How could we have been so stupid?”
Hal ini terjadi selama Perang Dingin, ketika terjadi banyak ketegangan antara Uni Soviet dan Amerika Serikat, dan revolusi Komunis di Kuba (dengan dukungan Uni Soviet) dipandang sebagai ancaman yang sangat besar. Idenya adalah mendaratkan pasukan kecil yang terdiri dari orang-orang buangan Kuba yang dilatih CIA di pesisir Kuba, yang kemudian akan memicu dan memimpin pemberontakan massal melawan Fidel Castro, pemimpin Kuba. Apa yang tampak baik di atas kertas bagi Kennedy dan para penasihatnya ternyata merupakan kegagalan. Segera setelah invasi dilancarkan, pasukan Castro menangkap atau membunuh hampir semua pasukan yang didukung AS. Negara-negara Amerika Latin yang bersahabat murka karena Amerika Serikat telah menginvasi salah satu tetangga mereka, dan Kuba menjadi semakin dekat bersekutu dengan Uni Soviet. Kemudian, Presiden Kennedy bertanya, “Bagaimana mungkin kita sebodoh itu?”
Kegagalan Presiden Kennedy menginvasi Teluk Babi berujung sesal akibat menggunakan cara berpikir yang keliru. Ketika merencanakan invasi tersebut, Presiden Kennedy, yang saat itu baru terpilih, dan para penasihatnya memiliki semangat korps yang kuat. Argumen-argumen yang mengkritik rencana tersebut ditekan atau disingkirkan dan Presiden Kennedy segera mendukung invasi tersebut.
Berdasarkan catatan sejarah dan memoar para partisipan dan pengamat, Janis mengidentifikasi delapan gejala pemikiran kelompok. Gejala-gejala tersebut terjadi pada anggota kelompok saat menghadapi ancaman agar dapat mempertahankan perasaan kelompok yang positif. Berikut ini Janis menjelaskan gejala-gejala tersebut.
- Ilusi kekebalan (An illusion of invulnerability)
Most or all of the members of the ingroup share an illusion of invulnerability that provides for them some degree of reassurance about obvious dangers and leads them to become over optimistic and willing to take extraordinary risks. It also causes them to fail to respond to clear warnings of danger.
Sebagian besar atau semua anggota kelompok berbagi ilusi kekebalan yang memberi mereka sedikit rasa aman tentang bahaya yang nyata dan membuat mereka menjadi terlalu optimis dan berani mengambil risiko luar biasa. Ilusi ini juga menyebabkan mereka gagal merespons peringatan bahaya yang jelas.
- Keyakinan yang tidak diragukan lagi terhadap moralitas kelompok (Unquestioned belief in the group’s morality)
Victims of groupthink believe unquestioningly in the inherent morality of their ingroup; this belief inclines the members to ignore the ethical or moral consequences of their decisions.
Korban pemikiran kelompok percaya tanpa ragu pada moralitas inheren kelompok mereka; keyakinan ini membuat para anggota cenderung mengabaikan konsekuensi etis atau moral dari keputusan mereka.
- Rasionalisasi
victims of groupthink ignore warnings; they also collectively construct rationalizations in order to discount warnings and other forms of negative feedback that, taken seriously, might lead the group members to reconsider their assumptions each time they recommit themselves to past decisions.
Korban pemikiran kelompok mengabaikan peringatan; mereka juga secara kolektif membangun rasionalisasi untuk mengabaikan peringatan dan bentuk umpan balik negatif lainnya yang, jika dianggap serius, dapat membuat anggota kelompok mempertimbangkan kembali asumsi mereka setiap kali mereka berkomitmen kembali pada keputusan masa lalu.
- Pandangan stereotip terhadap lawan (Stereotyped view of opponent)
Victims of groupthink hold stereotyped views of the leaders of enemy groups: they are so evil that genuine attempts at negotiating differences with them are unwarranted, or they are too weak or too stupid to deal effectively with whatever attempts the ingroup makes to defeat their purposes, no matter how risky the attempts are.
Korban pemikiran kelompok memiliki pandangan stereotip terhadap pemimpin kelompok musuh: mereka begitu jahat sehingga upaya tulus untuk menegosiasikan perbedaan dengan mereka tidak beralasan, atau mereka terlalu lemah atau terlalu bodoh untuk menangani secara efektif upaya apa pun yang dilakukan kelompok dalam untuk mengalahkan tujuan mereka, tidak peduli seberapa berisikonya upaya tersebut.
- Tekanan konformitas (Conformity pressure)
Victims of groupthink apply direct pressure to any individual who momentarily expresses doubts about any of the group’s shared illusions or who questions the validity of the arguments supporting a policy alternative favored by the majority. This gambit reinforces the concurrence – seeking norm that loyal members are expected to maintain.
Korban pemikiran kelompok memberikan tekanan langsung kepada siapa pun yang sesaat mengungkapkan keraguan tentang ilusi bersama kelompok tersebut atau yang mempertanyakan validitas argumen yang mendukung alternatif kebijakan yang disukai mayoritas. Langkah ini memperkuat norma pencarian persetujuan yang diharapkan dipertahankan oleh anggota yang loyal.
- Sensor-diri (Self-censorship)
Victims of groupthink avoid deviating from what appears to be group consensus; they keep silent about their misgivings and even minimize to themselves the importance of their doubts.
Korban pemikiran kelompok menghindari penyimpangan dari apa yang tampak sebagai konsensus kelompok; mereka tetap diam tentang keraguan mereka dan bahkan meremehkan pentingnya keraguan mereka.
- Ilusi atas kebulatan suara (Illusion of unanimity)
Victims of groupthink share an illusion of unanimity within the group concerning almost all judgments expressed by members who speak in favor of the majority view. This symptom results partly from the preceding one, whose effects are augmented by the false assumption that any individual who remains silent during any part of the discussion is in full accord with what the others are saying.
Korban pemikiran kelompok memiliki ilusi kebulatan suara dalam kelompok terkait hampir semua penilaian yang diungkapkan oleh anggota yang mendukung pandangan mayoritas. Gejala ini sebagian disebabkan oleh gejala sebelumnya, yang efeknya diperparah oleh asumsi keliru bahwa setiap individu yang tetap diam selama diskusi berlangsung sepenuhnya setuju dengan apa yang dikatakan orang lain.
- Pengawal pikiran (Mindguards)
Victims of groupthink sometimes appoint themselves as mindguards to protect the leader and fellow members from adverse information that might break the complacency they shared about the effectiveness and morality of past decisions.
Korban pemikiran kelompok kadang-kadang menunjuk diri mereka sendiri sebagai pengawal pikiran untuk melindungi pemimpin dan sesama anggota dari informasi buruk yang dapat merusak rasa puas diri yang mereka miliki bersama tentang efektivitas dan moralitas keputusan masa lalu.